![]() |
Ilustrasi (Foto: pixabay) |
Shafiyyah binti Maimunah adalah salah satu teladan ummahat di dunia. Septian dalam bukunya yang berjudul: Islamic Hypnoparenting: Mendidik Anak Masa Kini ala Rasulullah, bahwa diantara prinsip parenting yang harus dipahami adalah:
Children learn by seeing not by lecture.
Anak-anak belajar dengan melihat, bukan dengan ceramah. Bahwa orang tua harus memberi contoh terlebih dahulu sebelum menasihati anak. Septian pun menyebutkan salah satu role model dari parenting tersebut adalah Shafiyyah binti Maimunah.
1. Sekilas tentang Shafiyyah Binti Maimunah
Nama lengkapnya adalah Shafiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani, ibu dari seorang ulama besar: Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau tidak memutuskan menikah lagi setelah suaminya wafat, karena lebih memilih fokus mendidik anaknya. Padahal ketika itu, usianya masih muda, menurut suatu sumber, ada yang menyebut dua puluh tahun. Sedangkan ketika itu, Imam Ahmad masih berusia tiga tahun.
Hemdi dalam bukunya yang berjudul: Koreksi Mazhabmu, membahas biografi Imam Ahmad. Ia menyebutkan bahwa Imam Ahmad kecil hanya tinggal berdua saja dengan ibunya dalam kondisi miskin sebab sang ayah tidak meninggalkan banyak harta selain rumah kecil dengan lahan yang sempit yang mereka tinggali. Beruntung Imam Ahmad kecil tinggal di kota Baghdad yang menjadi pusat pengetahuan sehingga memudahkannya mendapatkan pendidikan terbaik.
Shafiyyah binti Maimunah berperan penuh dalam mendidik anaknya. Dari asuhan beliau, lahirlah sosok berpengaruh, ulama besar, yang kebermanfaatan ilmunya tentu masih dirasakan sampai saat ini.
2. Cara Shafiyyah Binti Maimunah Mendidik Anak
Septian dalam buku parentingnya menyebutkan bahwa Shafiyyah binti Maimunah telah berhasil menjadi contoh bagi anaknya. Ketika anaknya ingin dibentuk menjadi pribadi yang gemar beribadah dan rajin salat berjamaah, Shafiyyah mencontohkannya dengan selalu menggendong Imam Ahmad yang masih balita untuk mengikuti salat berjamaah di masjid. Dan hal itu dilakukan secara terus menerus. Keteladanan itulah yang membentuk kepribadian Imam Ahmad kecil menjadi pribadi yang gemar ke mesjid, taat beribadah, serta mencintai ilmu.
Diceritakan bahwa Imam Ahmad kecil selalu dibangunkan ibunya dengan lemah lembut saat adzan shubuh berkumandang. Saat ia terbangun, ibunya telah menyiapkan air wudhu dan menyiapkan pakaian untuk digunakan pergi menuntut ilmu. Sebenarnya Imam Ahmad ingin berangkat lebih awal (sebelum adzan), agar ia bisa duduk paling depan saat pengajian dan dapat mendengarkan dengan lebih jelas. Tetapi sang ibu tentu melarangnya, karena jauhnya perjalanan menuju masjid, dan keadaannya pun gelap gulita. Sehingga sepanjang perjalanan menuju ke masjid, Imam Ahmad yang masih kecil harus digendong ibunya demi mengantar anaknya shalat berjamaah dan menuntut ilmu. Menurut Hemdi, larangan itu pun sebagai bentuk pengawasan ibunya dalam memperhatikan kesehatan anaknya.
Karakter mencintai ilmu telah berhasil dibentuk ibunya. Bagaimana tidak? Sejak dini ibunya membentuk karakter anaknya agar gemar shalat berjamaah dan mengikuti majlis ilmu.
Sang ibu mengajarinya hapalan Alquran saat dirinya menginjak usia sepuluh tahun. Kemudian saat usia enam belas tahun, ibunda melepasnya pergi belajar ilmu hadits dan fiqih dengan dititipkan kepada gurunya. Menurut Wahyudi dalam bukunya, di sini ibunya berperan penting karena telah memilihkan guru yang dirasa tepat untuk anaknya mengawali belajar ilmu fikih dan hadis setelah menyelesaikan pelajaran Alquran.
Menurut Fuad dalam bukunya yang berjudul: Rumus Fiqih 5 Madzhab Populer, masa kecil Imam Ahmad yang yatim dan miskin, sama seperti gurunya, Imam Syafi'i. Namun mereka sama-sama memiliki semangat belajar yang tinggi dan keduanya pun sama-sama memiliki ibu yang mengantarkan mereka pada kemajuan dan keberhasilan.
Wallahu a'lam.
3. Daftar Pustaka
Fuad, Bahrudin. Rumus Fiqih 5 Madzhab Populer. Mobile Santri.
Hemdi, Y. Koreksi Mazhabmu. (2018). Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.
0 Komentar