![]() |
Ilustrasi (Foto: iStock) |
- Sahur adalah ciri khas puasa umat Islam
- Memperoleh Selawat dari Allah dan Malaikat
- Keberkahan dari segi waktu
- Kesimpulan
- Daftar Pustaka
Muslimahkertas.web.id, Hukum sahur memang bukan wajib, puasa seseorang tetap sah meski tanpa sahur. Akan tetapi, meninggalkan makan sahur sama dengan meninggalkan keutamaan yang ada pada sahur.
1. Sahur adalah ciri khas puasa umat Islam
Sahur adalah pembeda puasa umat Islam dengan yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut.
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
"Yang membedakan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur." (HR. Muslim).
Syariat puasa telah ada sejak dahulu. Tetapi pada tataran pelaksanaannya tidak sepenuhnya sama. Diantara hal yang membedakan puasa umat Islam dengan yang lain adalah terdapat syariat disunahkannya sahur.
2. Memperoleh selawat Allah dan Malaikat
Rasulullah saw. bersabda,
"Sahur ialah keberkahan maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya berupa seteguk air. Sebab, Allah swt. dan para malaikat-Nya berselawat bagi orang-orang yang sahur." (HR. Ahmad).
Dalam Tafsir Al-Qurthubi (VII/523) disebutkan bahwa maksud selawat dari Allah adalah Allah melimpahkan rahmat dan ridaNya. Adapun selawat dari malaikat adalah malaikat mendoakan dan memohonkan ampun. Itulah mengapa Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyarankan agar setelah makan sahur bersama dilanjutkan zikir dan doa karena waktu tersebut adalah mustajab. Tidak hanya itu, meraih rida Allah dan doa makaikat adalah kesempatan umat Islam yang tidak boleh disia-siakan.
Selevel Nabi Ya'qub saja sampai mengakhirkan doa permohonan ampun untuk anak-anaknya di waktu sahur meskipun menunggu dalam waktu lama, hal ini menunjukkan mustajabnya waktu tersebut. Kisah ini dapat ditemui dalam ragam kitab tafsir mengenai surah Yusuf ayat 98.
3. Keberkahan dari segi waktu
Waktu sahur lazimnya diidentikkan dengan makan, karena sahur lebih populer di bulan Ramadan dengan kesunahan makan di waktu tersebut. Padahal, baik di bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan, waktu sahur memiliki keutamaan. Di bulan selain Ramadan, waktu sahur tetaplah istimewa. Rasulullah saw. bersabda,
"Pada setiap malam, Allah Ta'ala ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga malam terakhir, Allah berfirman:' Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri. Dan Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku akan aku ampuni." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menjadi pijakan para ulama seperti Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dalam menegaskan keutamaan waktu sahur yang dikuatkan oleh firman Allah yang menyebut kata sahur yang diiringi istigfar, seperti dalam surah adz-Dzariyat ayat 18: wa bil ashari hum yastaghfirun (dan di waktu sahur mereka beristigfar). Istigfar bisa dilakukan kapan saja, namun beberapa ayat menyadingkannya dengan waktu sahur yang semakin memperkuat keutamaan, keberkahan, dan kemustajaban waktu tersebut.
Keberkahan sahur ada pada waktunya, bukan hidangannya (Zulkarnaen, 2021: 98-99). Zulkarnaen kemudian mengutip hadis Rasulullah saw. yang berisi anjuran agar tidak meninggalkan sahur meski hanya seteguk air. Momentum sahur adalah upaya meraih keberkahan bukan dari seperti apa hidangannya, tetapi dari keikhlasan amalan yang dilakukan pada waktu tersebut.
4. Kesimpulan
Satu amalan berupa makan sahur saja sudah dilimpahi banyak berkah, belum lagi dalam amalan puasa seutuhnya dalam sejak setelah sahur hingga berbuka. Maka momentum Ramadan adalah momentum berburu banyak keberkahan. Melewatkan sahur saja sangat rugi, karena telah melewatkan keberkahan waktu sahur hingga limpahan selawat Allah dan malaikat. Belum lagi amalan penuh berkah lainnya.
Wallahu a'lam
5. Daftar Pustaka
Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Kairo, Darul Hadis, 2010, jil. VII.
0 Komentar